Sedikit belajar ya kawan ... !!!
Apa-apa kalau sendirian, pasti susah. Dan apa-apa kalau dikerjakan secara tim, pasti lebih mudah. Apalagi Allah sebagai Partner kita. Subhaanallaah.
Apa khabar 40 hari Saudara shalat
berjamaah? Tepat waktu, dan di masjid? Mudah-mudahan ga keganggu ya? Gimana
juga 40 hari zikirnya? Semoga sudah terus berjalan, sebagai sarana latihan
melembutkan hati dan mendisiplinkan diri.
Saya banyak nanya tentang 40 hari
terus. Sebab saya konsen dengan perubahan Saudara. Ibadah harus menjadi
karakter. Bukan hanya nilai di atas kertas. Pembiasaan siapa tahu akan jadi
kebiasaan. Dan target 40 hari ngebenahin ibadah itu
seharusnya target Saudara sendiri dalam membangun kebiasaan.
Sebagaimana sudah saya katakan sebelum-sebelumnya... Diri kita ini sudah
terlampau malas beribadah. Tentu tidak semua dari Saudara yang membaca ini
adalah pemalas dalam ibadah. Kebanyakan. Begitu saya menyebutnya. Kebanyakan
emang males. Sekian lama ga perhatian di persoalan-persoalan yang asas, yakni
urusan shalat. Mudah-mudahan “terapi” memaksakan shalat selama 40 hari
berjamaah, tepat waktu, di masjid, membantu menormalkan lagi siklus ibadah
kita semua. Amin. Saya doakan semuanya istiqomah. Dan doakan pula agar saya
dan keluarga pun istiqomah. Amin ya Rabb.
***
Untuk mengawali kajian ini. Izinkan
saya mengutip salah satu ceramah saya. Mengutip kan lebih gampang, he he he.
Ini saya saring dari berbagai ceramah tentang tauhid, iman, amal saleh, dan
doa. Saya perlu mengutip ini, agar tindakan sekuriti yang menginginkan perubahan
hidup, tidak dianggap sebagai tujuan salah dan “disangka” tidak ikhlas.
Mudah-mudahan ada kesempatan untuk menjelaskan lebih lanjut lagi. Berikut ini
kutipannya:
Rasulullah bersabda; “Fa-idzaa
sa-alta, fas-alillaaha. Jika mau meminta, mintalah sama Allah. Jika mau
berharap, berharaplah sama Allah. Fa-idzasta’anta fasta’in billaah. Jika mau
minta tolong, minta tolonglah sama Allah. Dan di dalam Surah al Baqarah ayat
186, Allah menyatakan akan mengabulkan semua doa. Namun sesiapa yang mau
dikabulkan doanya, maka ia harus mengikuti seruan Allah dan percaya sama
Allah. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka
selalu berada dalam kebenaran.”
Dan kalau dipikir-pikir, tentu
susahlah orang mengikuti seruan Allah, jika tidak percaya. Seperti shalat
dhuha. Allah bilang lewat Rasul-Nya, silahkan dhuha, nanti Allah akan bukakan
pintu rizki. Silahkan sedekah, nanti Allah akan melipatgandakan rizki
tersebut. Silahkan shalat malam, nanti bakal ditinggikan derajatnya dan
dimuliakan. Nah, terhadap perintah-perintah ini, akan susah kita jalankan
kalau kita tidak percaya. Dan ketika kita percaya sama Allah, inilah iman.
Dan ketika kita beriman, sesungguhnya terjadilah pelaksanaan apa yang menjadi
seruan Allah.
Iman arti sederhananya percaya
dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan melakukan dengan perbuatan. Maka
kemudian buat mereka yang beriman ini, dan berusaha mematuhi dan melaksanakan
perintah Allah, doa-doanya akan dikabulkan Allah. Saat itulah kemudian kita
gantungkan harapan hanya pada Allah, dan memanjatkan doa kepada Yang Maha
Mendengar Doa. Sungguhpun sah-sah saja bagi Allah bahwa DIA bisa saja memberi
tanpa harus manusia melakukan apapun, dan tidak mesti Allah memberi terhadap
hamba-hamba-Nya yang melakukan sesuatu. Namun kiranya, sebagai hamba yang
kepengen berbuat yang terbaik, kita juga harus menunjukkan akhlak dna ibadah
yang terbaik kepada Allah untuk mendapatkan yang terbaik juga bagi kita.
Dan ketika orang lain menyebut
“pamrih”, yakni ketika punya hajat saat mengikuti seruan Allah, saya
menyebutnya sebagai sami’naa wa atho’naa. Saking yakinnya sama Allah, kita
ikuti seruan-Nya. Bahwa kita harus berharap sama Allah, ya sama siapa lagi
kita boleh dan bisa berharap? Kecuali tentu saja kepada Allah. Dan bukankah
siapa yang memang nurut dan rajin beribadah, kita-kita ini lebih berpeluang
disayang dan ditolong Allah? Kita berharap sama Allah, bukan dengan tangan
kosong. Melainkan kita mempersembahkan ibadah terbaik setelah selama ini
mungkin kita mengecewakan.
Mudah-mudahan kutipan di atas,
sedikit melegakan Saudara-Saudara yang beranggapan ibadah ya ibadah saja,
jangan pamrih-pamrih sama Allah. Sekuriti yang diceritakan ngebut ibadah
dengan harapan akan dimudahkan Allah ikhtiarnya untuk berubah dan cukup
rizki. Jika ini dianggap salah, bertentangan, maka sesi-sesi selanjutnya dari
KuliahOnline ini akan cukup terganggu.
Saya kutipkan lagi potongan
tausiyah saya yang lain tentang kita harus membedakan antara ikhlas dengan
doa, ikhlas dengan patuh, ikhlas dengan mengharap:
Dan memang yang saya rasakan, atas
izin Allah, kita-kita ini agak sedikit berbeda sudut pandangnya tentang
keikhlasan. Jika meminta sama Allah adalah dibolehkan, bahkan ketika
seseorang tanpa amal dan orang yang buruk kelakuannya, maka masakan lagi
orang yang berdoa denga diiringi amal saleh dan baik kelakuannya jadi tidak
boleh? Kan lucu. Sebelom beramal saleh boleh berdoa, harusnya setelah amal
saleh dilakukan tambah lagi boleh berdoa. Ini bukan perkara pamrih dan tidak
pamrih. Ini perkara doa.
Jika kita setuju doa adalah ibadah,
maka jika kita melakukan amal saleh, apa saja, lalu kita tambahkan lagi
dengan berdoa, sesungguhnya dapat pahala berganda-ganda. Contoh, tahajjud.
Tahajjud ya ibadah. Doa, juga ibadah. Jika kita hanya tahajjud, tanpa doa,
maka pahalanya pahala tahajjud saja. Sedang pahala doanya tidak ada. Jika
dua-duanya, dapat dua-duanya. Sedekah adalah ibadah, doa juga ibadah. Sedekah
dan doa, jadi dua ibadah.
Dalam kajian tentang puasa, ada
hadits yang masyhur: Man Shooma Romadhoona ii-maa-nan wahtisaaban, ghufiro
lahuu maa taqoddama min dzanbihi wa maa ta-akh-khor. Sesiapa yang berpuasa di
Bulan Suci Ramadhan, dengan iman dan ihtisaaaban, yakni rojaa-an li
tsawaabihi, berharap penuh akan balasan Allah, maka dosa-dosanya diampuni
Allah. Lihat, bahkan ihtisaaban diakui Allah sebagai satu yang diperbolehkan
dan bahkan dianjurkan. Berharapa kebaikan dan kemurahan Allah.
Ad-du’aa-ul mukh-khul ‘ibaadah. Doa
itu adalah kepalanya ibadah. Ini punya makna jadinya tidak sempurna seseorang
yang beribadah tapi ia tidak berdoa. Di Indonesia terjadi sedikit salah
kaprah atau perbedaan adalah salah satunya mungkin disebabkan terjemahan:
Ikhlas dalam bahasa arab sebagai ikhlas dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa
Indonesia, ikhlas boleh jadi disebut sebagai tanpa pamrih apapun. Menafikan
apapun, termasuk doa. Sehingga ada orang-orang yang berkata, saya mah
ibadah-ibadah saja (shalat, puasa zakat, sedekah, berbuat baik, menjaga
lisan, birrul walidain, haji umrah, dll), ga usah minta-minta sama Allah.
Berharap wajah-Nya dan ampunan-Nya saja. Wallaahu a’lam. He he he, saya
sering balikin lagi tuh kalimat, bahwa di dalam kalimat itu ya tetap saja ada
doanya. Yakni harapan akan wajah Allah dan ampunan-Nya. Ya ini juga doa
namanya. Hanya doa yang sangat agung. Bukan lagi tataran dunia. Sekali lagi
wallaahu a’lam.
***
Setelah Saudara melihat dan membaca
kutipan-kutipan ceramah saya yang disarikan dari berbagai CD/DVD saya,
bismillaah ya kita lanjutkan kajian esai Kuliah Tauhid
terdahulu. Kemaren kita belajar tentang kisah perubahannya seorang
sekuriti sebab ia ubah kebiasaannya beribadah dan menjalani sedikit ilmu yang
didapatnya dengan keyakinan tinggi. Maka bila diresapi bersama itu
tulisan, seharusnya menginspirasikan satu hal buat kita. Bahwa setiap orang
bisa berubah dengan mudah, asal dia tidak sendirian mengubah keadaan dirinya.
Berubahlah bersama orang-orang yang positif, yang mampu bersama-sama menuju
perubahan. Apalagi bila kita mau berubah bersama Allah langsung, Penguasa
Segala Kehendak dan Penentu Segala Ikhtiar.
Ya. Ubahlah bersama Allah. Jangan
hanya mengandalkan otak saja. Apalagi otot. Andalkan juga kekuatan doa,
kekuatan ibadah, dan kekuatan amal saleh. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
setiap orang yang mau berubah, ubahlah juga porsi doanya, porsi ibadahnya dan
porsi amal salehnya. Apalagi kalau perubahan itu bisa diniatkan dari
sekarang, alias nawaitu nya dibenerin, dilurusin, wuah, perubahan itu adalah
perubahan yang diridhai Allah. Misalnya, nawaitu kan bahwa kalau kehidupan
berubah, maka perubahan ini akan ia bawa ke hal-hal positif; ingin lebih menyenangkan
keluarga, orang tua, agar lebih banyak anak yatimnya, agar lebih banyak
sedekahnya, agar mudah datang ke pengajian, agar bermanfaat lebih besar lagi
buat agamanya Allah, buat orang-orang sekitar.
Tidak bisa seseorang berubah, tanpa
adanya perubahan. Sedangkan memperbesar porsi mikir, porsi kerja, porsi
usaha, porsi tenaga, akan membuat manusia keletihan. Ia tidak akan punya
banyak waktu untuk menikmati perubahan itu. Yang lebih sering terjadi adalah
orang tersebut akan terjebak pada terus menerus di dalam suasana ikhtiar
menuju perubahan itu. Kalaupun terjadi perubahan, maka yang akan menikmati
adalah orang lain. Bukan dia.
Jadi, kalau ditanya, apakah saya
bisa berubah? Ya jawabannya, bisa. Seberapa lama perubahan bisa dicapai, dan
seberapa bagus kualitas perubahannya, tanya saja seberapa besar dan
berkualitasnya usaha untuk menuju perubahan itu.
Perubahan apa sih yang dimaksud?
Perubahan apa saja yang
dikehendaki;
-
Keluarga sakit-sakitan.
-
Pekerjaan yang bergaji kecil.
-
Usaha yang tiada menguntungkan.
-
Dagangan rugi terus.
-
Ngajuin modal ga pernah tembus.
-
Bangkrut.
-
Keluarga yang tidak harmonis.
-
Hidup dalam kungkungan hutang.
-
Hidup tanpa pendamping hidup.
-
Rumah tangga tanpa anak.
-
Miskin.
-
Selalu kurang.
-
Selalu hina di mata keluarga, saudara dan tetangga.
-
Berketurunan dari orang-orang rendahan, kepengen anak tidak seperti kita.
-
Kepengen anak lebih maju dari kita hidupnya
Dan seterusnya, mengubah hidup ke
arah yang lebih baik. Sungguhpun itu semua adalah sebuah keniscayaan, di
mana semuanya bisa dipergilirkan Allah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya
sebagai ujian hidup, namun keadaan itu semua, bisa diubah.
Sekali lagi, tempuhlah jalan yang
berbeda dengan yang orang lain tempuh. Tentu saja bekal-bekal “dunia” ya
dijalani. Tapi jangan pake hanya kekuatan dunia saja. Ya itu tadi, cepet
lelahnya. Tempuhlah jalan-jalan seperti yang sudah disebut di kisah sekuriti
yang lalu. Gunakan tambahan kekuatan doa, kekuatan ibadah, kekuatan amal
saleh. Teliti kekurangan dan kelemahan dari sisi ini, supaya ada perbaikan.
Ketika ada perbaikan, maka perubahan adalah milik Anda!
Masih belum paham ya?
Gini, perubahan yang paling gampang
diidentifikasi adalah perubahan ibadah. Bila Anda jadi rajin membuka al
Qur’an, rajin membuka buku-buku hadits, ada jam-jam tambahan bercengkrama
bersama Allah, sedekahnya bertambah, shalat-shalat sunnahnya juga bertambah, kebaikan-kebaikan
pada sekitar bertambah, maka bisa dipastikan, sebentar lagi perubahan
benar-benar akan terjadi.
Buat Anda yang bertambah dan
berubah, tapi frekuensi ibadah dan amal saleh menjadi berkurang dan melemah,
itu sebenernya tanda-tanda kemunduran. Coba saja dirasakan. Dirasakan pake
ukuran hati. Pake ukuran kebahagiaan yang hakiki.
***
Bentuk Konkrit Perubahan
Setiap perubahan,
butuh langkah konkrit
Seorang kawan bertanya masih
seputar bentuk konkritnya atau langkah konkritnya menuju perubahan tersebut.
Maka saya katakan begini, jika
posisi Anda saat ini hidup dalam suasana sakit-sakitan, lakukanlah
petunjuk-petunjuk “dunia”; berolahragalah, jagalah/perhatikanlah makanan yang
dimakan, istirahat yang cukup, dan seterusnya.
Terhadap “langkah-langkah dunia”,
istilah saya mah orang-orang yang tidak memiliki Allah pun sanggup
melakukannya. Tapi, kalau hanya melakukan langkah-langkah dunia ini, maka
perubahan yang sesungguhnya tidak akan pernah bisa dinikmati, kecuali apa
yang sekedar kita rasakan saja.
Buat yang perlu penjelasan lagi,
begini. Andai kita sakit, lalu kita berobat. Insya Allah sesuai dengan
sunnatullah-Nya, kesembuhan itu bisa saja kita dapatkan. Tapi, bila hanya
berobat saja, tiada berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah, maka tiadalah
yang bisa kita dapat kecuali kesembuhan itu saja. Yang demikian itu sama bila
seseorang “hanya bekerja”. Tentu saja ia bisa mendapatkan gaji. Yang tidak
punya Tuhan pun akan mendapatkan gaji bila ia bekerja. Namun, sebagai
seseorang yang menginginkan Perubahan Besar, maka tiadalah cukup ia bekerja
sekedar bekerja. Ia perlu “nilai”. Supaya tidak sekedar bekerja. Saya pernah
membesut satu tausiyah tentang kehidupan yang judulnya: Memaknai kehidupan
& Memberi Nilai Lebih. Ini tausiyah ketika saya membuka Waoreng Penyet di
Gejayan, Jogjakarta. Saya dengan Mas Joddie dan Mbak Aniek, pengembang
Waroeng Steak & Sheak, mengembangkan lagi satu brand dengan nama Waroeng
Penyet. Ketika pembukaan itu saya memberi tausiyah tentang memaknai kehidupan
dan memberi nilai lebih.
Baiklah, pada contoh tentang hidup
sehat, kita coba kembangkan ya. Langkah konkrit dalam kasus kepengen hidup
sehat, selain menempuh cara-cara dunia, cobalah ubah bersama Allah dalam
menuju hidup yang sehat, tidak sakit-sakitan dengan cara melakukan hal-hal berikut
ini;
-
Pergiat doa. Cari waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa. Selepas shalat
wajib misalnya. Jadilah orang yang rindu dengan waktu shalat, sebab kepengen
berdoa setelah usai shalat. Langsung munajat setelah berhadapan dengan Nya di
dalam shalat. Syukur-syukur bisa berdoa selepas shalat hajat, dhuha dan atau
bahkan tahajjud. Lebih bertenaga.
-
Bila sebelum sakit-sakitan malas-malasan shalatnya, sering telatnya ketimbang
tepatnya. Lebih sering malasnya ketimbang rajinnya. Lebih sering sendiriannya
ketimbang berjamaahnya… Ubahlah. Jadilah orang-orang yang betul-betul bergiat
berubah di urusan yang disebut ini. Datang ke Allah sebelum waktunya.
Artinya, sebelum azan, coba datang kepada Allah. Sambut Allah. Jangan sampe
Allah menunggu. Kitalah yang menunggu Allah, sebab kita ada keluhan yang
ingin disampaikan kepada Nya. Jika sebelumnya kita tiada khusyu’ shalatnya,
dan tiada ada usaha untuk khusyu’, kini kita shalat dengan hati dan pikiran
kita, bahwa kita shalat membawa penyakit kita untuk diberi Nya kesembuhan.
-
Bila sebelumnya shalat-shalat sunnah malas benar tertegak, maka hidupkanlah
shalat-shalat sunnah. Mulai dari qabliyah ba’diyah, dhuha, dan seterusnya.
Kalau perlu ambil shalat-shalat sunnah yang jarang orang kerjakan; shalat
sunnah tasbih, shalat sunnah syukur wudhu, dan lain-lain. Bila sebelumnya
sudah shalat dhuha, tapi masih dua rakaat, tambahin jadi empat. Kalo tadinya
sudah empat, jadikan delapan, dan seterusnya.
-
Bila sebelum sakit-sakitan sedikit anak yatimnya, cari lagi anak yatim yang
lain sebanyak yang kita mampu sebagai tambahan. Bila sebelum sakit-sakitan,
ada sedekahnya, maka sekarang pas sakit-sakitan, tambahin sedekahnya.
-
Bila ada sesuatu hajat, apa ke’ dah hajatnya, lakukan hal yang serupa dengan
poin-poin di atas. Termasuk juga soal-soal kesulitan hidup. Sama saja. Jangan
konsen ke hajat dan persoalan hidupnya. Konsen ke Allah, yang menggenggam
segala hajat dan persoalan hidup. Lakukan perubahan, lakukan kebaikan. Insya
Allah meski hajat dan persoalan hidup belom kecapai dan belom selesai, namun
ketenangan dan jalan terang sudah akan Allah berikan. Dan insya Allah, hajat
dan persoalan hidup jadi jalan ibadah dan jadi jalan pendekatan diri kepada
Allah. Alhamdulillah.
Dan kebaikan-kebaikan lain, seperti
menjadi ayah yang baik, ibu yang baik, bagi anak-anak Anda, diintrospeksi,
diteliti kekurangannya, lalu kebut di sisi ini untuk menjadi ayah dan ibu
yang lebih baik lagi. Atau ketika posisi Anda adalah anak, perbaiki hubungan
Anda dengan orang tua Anda. Suami menjadi suami yang lebih baik lagi ke
istri. Istri menjadi lebih baik lagi ke suami. Tetangga ke tetangganya,
saudara ke saudaranya. Insya Allah, perbaikan-perbaikan yang lebih bersifat
mental, akhlak, moral, dan atau perbuatan dan sikap sehari-hari inilah yang
akan membuat ikhtiar Anda menuju perubahan dan perbaikan hidup menjadi mudah.
Mudah, sebab ada keridhaan Allah di sana.
Nanti akan terjadi
keajaiban-keajaiban-Nya yang tahu-tahu Anda sudah hidup semakin sehat.
Misalnya, di perjalanan ikhtiar menuju sehat, ada seorang kawan yang
mereferensikan sesuatu yang ternyata cocok dengan Anda sehingga Anda
memperoleh kesehatan sempurna.
Hal-hal di atas bisa diterapkan
juga pada kasus-kasus yang lain. Pokoknya, bagi siapa yang menempuh jalan
untuk menghadirkan pertolongan Allah, maka Allah akan hadirkan jalan-jalan di
luar jalan yang selama ini ia tempuh.
|
Wassalamu\'alaikum wr.wb
Salam
Yusuf Mansur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar