Welcome To My Blog In Puisi Tak BerMakna ~~"(^-^)"~~

Kamis, 23 Mei 2013

Ubahlah Bersama Allah

Sedikit belajar ya kawan ... !!!

Apa-apa kalau sendirian, pasti susah. Dan apa-apa kalau dikerjakan secara tim, pasti lebih mudah. Apalagi Allah sebagai Partner kita. Subhaanallaah.
Apa khabar 40 hari Saudara shalat berjamaah? Tepat waktu, dan di masjid? Mudah-mudahan ga keganggu ya? Gimana juga 40 hari zikirnya? Semoga sudah terus berjalan, sebagai sarana latihan melembutkan hati dan mendisiplinkan diri.
Saya banyak nanya tentang 40 hari terus. Sebab saya konsen dengan perubahan Saudara. Ibadah harus menjadi karakter. Bukan hanya nilai di atas kertas. Pembiasaan siapa tahu akan jadi kebiasaan. Dan target 40 hari ngebenahin ibadah itu seharusnya target Saudara sendiri dalam membangun kebiasaan. Sebagaimana sudah saya katakan sebelum-sebelumnya... Diri kita ini sudah terlampau malas beribadah. Tentu tidak semua dari Saudara yang membaca ini adalah pemalas dalam ibadah. Kebanyakan. Begitu saya menyebutnya. Kebanyakan emang males. Sekian lama ga perhatian di persoalan-persoalan yang asas, yakni urusan shalat. Mudah-mudahan “terapi” memaksakan shalat selama 40 hari berjamaah, tepat waktu, di masjid, membantu menormalkan lagi siklus ibadah kita semua. Amin. Saya doakan semuanya istiqomah. Dan doakan pula agar saya dan keluarga pun istiqomah. Amin ya Rabb.
***
Untuk mengawali kajian ini. Izinkan saya mengutip salah satu ceramah saya. Mengutip kan lebih gampang, he he he. Ini saya saring dari berbagai ceramah tentang tauhid, iman, amal saleh, dan doa. Saya perlu mengutip ini, agar tindakan sekuriti yang menginginkan perubahan hidup, tidak dianggap sebagai tujuan salah dan “disangka” tidak ikhlas. Mudah-mudahan ada kesempatan untuk menjelaskan lebih lanjut lagi. Berikut ini kutipannya:
Rasulullah bersabda; “Fa-idzaa sa-alta, fas-alillaaha. Jika mau meminta, mintalah sama Allah. Jika mau berharap, berharaplah sama Allah. Fa-idzasta’anta fasta’in billaah. Jika mau minta tolong, minta tolonglah sama Allah. Dan di dalam Surah al Baqarah ayat 186, Allah menyatakan akan mengabulkan semua doa. Namun sesiapa yang mau dikabulkan doanya, maka ia harus mengikuti seruan Allah dan percaya sama Allah. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Dan kalau dipikir-pikir, tentu susahlah orang mengikuti seruan Allah, jika tidak percaya. Seperti shalat dhuha. Allah bilang lewat Rasul-Nya, silahkan dhuha, nanti Allah akan bukakan pintu rizki. Silahkan sedekah, nanti Allah akan melipatgandakan rizki tersebut. Silahkan shalat malam, nanti bakal ditinggikan derajatnya dan dimuliakan. Nah, terhadap perintah-perintah ini, akan susah kita jalankan kalau kita tidak percaya. Dan ketika kita percaya sama Allah, inilah iman. Dan ketika kita beriman, sesungguhnya terjadilah pelaksanaan apa yang menjadi seruan Allah.
Iman arti sederhananya percaya dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan melakukan dengan perbuatan. Maka kemudian buat mereka yang beriman ini, dan berusaha mematuhi dan melaksanakan perintah Allah, doa-doanya akan dikabulkan Allah. Saat itulah kemudian kita gantungkan harapan hanya pada Allah, dan memanjatkan doa kepada Yang Maha Mendengar Doa. Sungguhpun sah-sah saja bagi Allah bahwa DIA bisa saja memberi tanpa harus manusia melakukan apapun, dan tidak mesti Allah memberi terhadap hamba-hamba-Nya yang melakukan sesuatu. Namun kiranya, sebagai hamba yang kepengen berbuat yang terbaik, kita juga harus menunjukkan akhlak dna ibadah yang terbaik kepada Allah untuk mendapatkan yang terbaik juga bagi kita.
Dan ketika orang lain menyebut “pamrih”, yakni ketika punya hajat saat mengikuti seruan Allah, saya menyebutnya sebagai sami’naa wa atho’naa. Saking yakinnya sama Allah, kita ikuti seruan-Nya. Bahwa kita harus berharap sama Allah, ya sama siapa lagi kita boleh dan bisa berharap? Kecuali tentu saja kepada Allah. Dan bukankah siapa yang memang nurut dan rajin beribadah, kita-kita ini lebih berpeluang disayang dan ditolong Allah? Kita berharap sama Allah, bukan dengan tangan kosong. Melainkan kita mempersembahkan ibadah terbaik setelah selama ini mungkin kita mengecewakan.
Mudah-mudahan kutipan di atas, sedikit melegakan Saudara-Saudara yang beranggapan ibadah ya ibadah saja, jangan pamrih-pamrih sama Allah. Sekuriti yang diceritakan ngebut ibadah dengan harapan akan dimudahkan Allah ikhtiarnya untuk berubah dan cukup rizki. Jika ini dianggap salah, bertentangan, maka sesi-sesi selanjutnya dari KuliahOnline ini akan cukup terganggu.
Saya kutipkan lagi potongan tausiyah saya yang lain tentang kita harus membedakan antara ikhlas dengan doa, ikhlas dengan patuh, ikhlas dengan mengharap:
Dan memang yang saya rasakan, atas izin Allah, kita-kita ini agak sedikit berbeda sudut pandangnya tentang keikhlasan. Jika meminta sama Allah adalah dibolehkan, bahkan ketika seseorang tanpa amal dan orang yang buruk kelakuannya, maka masakan lagi orang yang berdoa denga diiringi amal saleh dan baik kelakuannya jadi tidak boleh? Kan lucu. Sebelom beramal saleh boleh berdoa, harusnya setelah amal saleh dilakukan tambah lagi boleh berdoa. Ini bukan perkara pamrih dan tidak pamrih. Ini perkara doa.
Jika kita setuju doa adalah ibadah, maka jika kita melakukan amal saleh, apa saja, lalu kita tambahkan lagi dengan berdoa, sesungguhnya dapat pahala berganda-ganda. Contoh, tahajjud. Tahajjud ya ibadah. Doa, juga ibadah. Jika kita hanya tahajjud, tanpa doa, maka pahalanya pahala tahajjud saja. Sedang pahala doanya tidak ada. Jika dua-duanya, dapat dua-duanya. Sedekah adalah ibadah, doa juga ibadah. Sedekah dan doa, jadi dua ibadah.
Dalam kajian tentang puasa, ada hadits yang masyhur: Man Shooma Romadhoona ii-maa-nan wahtisaaban, ghufiro lahuu maa taqoddama min dzanbihi wa maa ta-akh-khor. Sesiapa yang berpuasa di Bulan Suci Ramadhan, dengan iman dan ihtisaaaban, yakni rojaa-an li tsawaabihi, berharap penuh akan balasan Allah, maka dosa-dosanya diampuni Allah. Lihat, bahkan ihtisaaban diakui Allah sebagai satu yang diperbolehkan dan bahkan dianjurkan. Berharapa kebaikan dan kemurahan Allah.
Ad-du’aa-ul mukh-khul ‘ibaadah. Doa itu adalah kepalanya ibadah. Ini punya makna jadinya tidak sempurna seseorang yang beribadah tapi ia tidak berdoa. Di Indonesia terjadi sedikit salah kaprah atau perbedaan adalah salah satunya mungkin disebabkan terjemahan: Ikhlas dalam bahasa arab sebagai ikhlas dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, ikhlas boleh jadi disebut sebagai tanpa pamrih apapun. Menafikan apapun, termasuk doa. Sehingga ada orang-orang yang berkata, saya mah ibadah-ibadah saja (shalat, puasa zakat, sedekah, berbuat baik, menjaga lisan, birrul walidain, haji umrah, dll), ga usah minta-minta sama Allah. Berharap wajah-Nya dan ampunan-Nya saja. Wallaahu a’lam. He he he, saya sering balikin lagi tuh kalimat, bahwa di dalam kalimat itu ya tetap saja ada doanya. Yakni harapan akan wajah Allah dan ampunan-Nya. Ya ini juga doa namanya. Hanya doa yang sangat agung. Bukan lagi tataran dunia. Sekali lagi wallaahu a’lam.
***
Setelah Saudara melihat dan membaca kutipan-kutipan ceramah saya yang disarikan dari berbagai CD/DVD saya, bismillaah ya kita lanjutkan kajian esai Kuliah Tauhid terdahulu. Kemaren kita belajar tentang kisah perubahannya seorang sekuriti sebab ia ubah kebiasaannya beribadah dan menjalani sedikit ilmu yang didapatnya dengan keyakinan tinggi. Maka bila diresapi bersama itu tulisan, seharusnya menginspirasikan satu hal buat kita. Bahwa setiap orang bisa berubah dengan mudah, asal dia tidak sendirian mengubah keadaan dirinya. Berubahlah bersama orang-orang yang positif, yang mampu bersama-sama menuju perubahan. Apalagi bila kita mau berubah bersama Allah langsung, Penguasa Segala Kehendak dan Penentu Segala Ikhtiar.
Ya. Ubahlah bersama Allah. Jangan hanya mengandalkan otak saja. Apalagi otot. Andalkan juga kekuatan doa, kekuatan ibadah, dan kekuatan amal saleh. Dalam bahasa yang lebih sederhana, setiap orang yang mau berubah, ubahlah juga porsi doanya, porsi ibadahnya dan porsi amal salehnya. Apalagi kalau perubahan itu bisa diniatkan dari sekarang, alias nawaitu nya dibenerin, dilurusin, wuah, perubahan itu adalah perubahan yang diridhai Allah. Misalnya, nawaitu kan bahwa kalau kehidupan berubah, maka perubahan ini akan ia bawa ke hal-hal positif; ingin lebih menyenangkan keluarga, orang tua, agar lebih banyak anak yatimnya, agar lebih banyak sedekahnya, agar mudah datang ke pengajian, agar bermanfaat lebih besar lagi buat agamanya Allah, buat orang-orang sekitar.
Tidak bisa seseorang berubah, tanpa adanya perubahan. Sedangkan memperbesar porsi mikir, porsi kerja, porsi usaha, porsi tenaga, akan membuat manusia keletihan. Ia tidak akan punya banyak waktu untuk menikmati perubahan itu. Yang lebih sering terjadi adalah orang tersebut akan terjebak pada terus menerus di dalam suasana ikhtiar menuju perubahan itu. Kalaupun terjadi perubahan, maka yang akan menikmati adalah orang lain. Bukan dia.
Jadi, kalau ditanya, apakah saya bisa berubah? Ya jawabannya, bisa. Seberapa lama perubahan bisa dicapai, dan seberapa bagus kualitas perubahannya, tanya saja seberapa besar dan berkualitasnya usaha untuk menuju perubahan itu.
Perubahan apa sih yang dimaksud?
Perubahan apa saja yang dikehendaki;
-          Keluarga sakit-sakitan.
-          Pekerjaan yang bergaji kecil.
-          Usaha yang tiada menguntungkan.
-          Dagangan rugi terus.
-          Ngajuin modal ga pernah tembus.
-          Bangkrut.
-          Keluarga yang tidak harmonis.
-          Hidup dalam kungkungan hutang.
-          Hidup tanpa pendamping hidup.
-          Rumah tangga tanpa anak.
-          Miskin.
-          Selalu kurang.
-          Selalu hina di mata keluarga, saudara dan tetangga.
-          Berketurunan dari orang-orang rendahan, kepengen anak tidak seperti kita.
-          Kepengen anak lebih maju dari kita hidupnya
Dan seterusnya, mengubah hidup ke arah yang lebih baik. Sungguhpun itu semua adalah sebuah keniscayaan, di mana semuanya bisa dipergilirkan Allah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya sebagai ujian hidup, namun keadaan itu semua, bisa diubah.
Sekali lagi, tempuhlah jalan yang berbeda dengan yang orang lain tempuh. Tentu saja bekal-bekal “dunia” ya dijalani. Tapi jangan pake hanya kekuatan dunia saja. Ya itu tadi, cepet lelahnya. Tempuhlah jalan-jalan seperti yang sudah disebut di kisah sekuriti yang lalu. Gunakan tambahan kekuatan doa, kekuatan ibadah, kekuatan amal saleh. Teliti kekurangan dan kelemahan dari sisi ini, supaya ada perbaikan. Ketika ada perbaikan, maka perubahan adalah milik Anda!
Masih belum paham ya?
Gini, perubahan yang paling gampang diidentifikasi adalah perubahan ibadah. Bila Anda jadi rajin membuka al Qur’an, rajin membuka buku-buku hadits, ada jam-jam tambahan bercengkrama bersama Allah, sedekahnya bertambah, shalat-shalat sunnahnya juga bertambah, kebaikan-kebaikan pada sekitar bertambah, maka bisa dipastikan, sebentar lagi perubahan benar-benar akan terjadi.
Buat Anda yang bertambah dan berubah, tapi frekuensi ibadah dan amal saleh menjadi berkurang dan melemah, itu sebenernya tanda-tanda kemunduran. Coba saja dirasakan. Dirasakan pake ukuran hati. Pake ukuran kebahagiaan yang hakiki.
***
Bentuk Konkrit Perubahan
Setiap perubahan,
butuh langkah konkrit
Seorang kawan bertanya masih seputar bentuk konkritnya atau langkah konkritnya menuju perubahan tersebut.
Maka saya katakan begini, jika posisi Anda saat ini hidup dalam suasana sakit-sakitan, lakukanlah petunjuk-petunjuk “dunia”; berolahragalah, jagalah/perhatikanlah makanan yang dimakan, istirahat yang cukup, dan seterusnya.
Terhadap “langkah-langkah dunia”, istilah saya mah orang-orang yang tidak memiliki Allah pun sanggup melakukannya. Tapi, kalau hanya melakukan langkah-langkah dunia ini, maka perubahan yang sesungguhnya tidak akan pernah bisa dinikmati, kecuali apa yang sekedar kita rasakan saja.
Buat yang perlu penjelasan lagi, begini. Andai kita sakit, lalu kita berobat. Insya Allah sesuai dengan sunnatullah-Nya, kesembuhan itu bisa saja kita dapatkan. Tapi, bila hanya berobat saja, tiada berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah, maka tiadalah yang bisa kita dapat kecuali kesembuhan itu saja. Yang demikian itu sama bila seseorang “hanya bekerja”. Tentu saja ia bisa mendapatkan gaji. Yang tidak punya Tuhan pun akan mendapatkan gaji bila ia bekerja. Namun, sebagai seseorang yang menginginkan Perubahan Besar, maka tiadalah cukup ia bekerja sekedar bekerja. Ia perlu “nilai”. Supaya tidak sekedar bekerja. Saya pernah membesut satu tausiyah tentang kehidupan yang judulnya: Memaknai kehidupan & Memberi Nilai Lebih. Ini tausiyah ketika saya membuka Waoreng Penyet di Gejayan, Jogjakarta. Saya dengan Mas Joddie dan Mbak Aniek, pengembang Waroeng Steak & Sheak, mengembangkan lagi satu brand dengan nama Waroeng Penyet. Ketika pembukaan itu saya memberi tausiyah tentang memaknai kehidupan dan memberi nilai lebih.
Baiklah, pada contoh tentang hidup sehat, kita coba kembangkan ya. Langkah konkrit dalam kasus kepengen hidup sehat, selain menempuh cara-cara dunia, cobalah ubah bersama Allah dalam menuju hidup yang sehat, tidak sakit-sakitan dengan cara melakukan hal-hal berikut ini;
-          Pergiat doa. Cari waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa. Selepas shalat wajib misalnya. Jadilah orang yang rindu dengan waktu shalat, sebab kepengen berdoa setelah usai shalat. Langsung munajat setelah berhadapan dengan Nya di dalam shalat. Syukur-syukur bisa berdoa selepas shalat hajat, dhuha dan atau bahkan tahajjud. Lebih bertenaga.
-          Bila sebelum sakit-sakitan malas-malasan shalatnya, sering telatnya ketimbang tepatnya. Lebih sering malasnya ketimbang rajinnya. Lebih sering sendiriannya ketimbang berjamaahnya… Ubahlah. Jadilah orang-orang yang betul-betul bergiat berubah di urusan yang disebut ini. Datang ke Allah sebelum waktunya. Artinya, sebelum azan, coba datang kepada Allah. Sambut Allah. Jangan sampe Allah menunggu. Kitalah yang menunggu Allah, sebab kita ada keluhan yang ingin disampaikan kepada Nya. Jika sebelumnya kita tiada khusyu’ shalatnya, dan tiada ada usaha untuk khusyu’, kini kita shalat dengan hati dan pikiran kita, bahwa kita shalat membawa penyakit kita untuk diberi Nya kesembuhan.
-          Bila sebelumnya shalat-shalat sunnah malas benar tertegak, maka hidupkanlah shalat-shalat sunnah. Mulai dari qabliyah ba’diyah, dhuha, dan seterusnya. Kalau perlu ambil shalat-shalat sunnah yang jarang orang kerjakan; shalat sunnah tasbih, shalat sunnah syukur wudhu, dan lain-lain. Bila sebelumnya sudah shalat dhuha, tapi masih dua rakaat, tambahin jadi empat. Kalo tadinya sudah empat, jadikan delapan, dan seterusnya.
-          Bila sebelum sakit-sakitan sedikit anak yatimnya, cari lagi anak yatim yang lain sebanyak yang kita mampu sebagai tambahan. Bila sebelum sakit-sakitan, ada sedekahnya, maka sekarang pas sakit-sakitan, tambahin sedekahnya.
-          Bila ada sesuatu hajat, apa ke’ dah hajatnya, lakukan hal yang serupa dengan poin-poin di atas. Termasuk juga soal-soal kesulitan hidup. Sama saja. Jangan konsen ke hajat dan persoalan hidupnya. Konsen ke Allah, yang menggenggam segala hajat dan persoalan hidup. Lakukan perubahan, lakukan kebaikan. Insya Allah meski hajat dan persoalan hidup belom kecapai dan belom selesai, namun ketenangan dan jalan terang sudah akan Allah berikan. Dan insya Allah, hajat dan persoalan hidup jadi jalan ibadah dan jadi jalan pendekatan diri kepada Allah. Alhamdulillah.
Dan kebaikan-kebaikan lain, seperti menjadi ayah yang baik, ibu yang baik, bagi anak-anak Anda, diintrospeksi, diteliti kekurangannya, lalu kebut di sisi ini untuk menjadi ayah dan ibu yang lebih baik lagi. Atau ketika posisi Anda adalah anak, perbaiki hubungan Anda dengan orang tua Anda. Suami menjadi suami yang lebih baik lagi ke istri. Istri menjadi lebih baik lagi ke suami. Tetangga ke tetangganya, saudara ke saudaranya. Insya Allah, perbaikan-perbaikan yang lebih bersifat mental, akhlak, moral, dan atau perbuatan dan sikap sehari-hari inilah yang akan membuat ikhtiar Anda menuju perubahan dan perbaikan hidup menjadi mudah. Mudah, sebab ada keridhaan Allah di sana.
Nanti akan terjadi keajaiban-keajaiban-Nya yang tahu-tahu Anda sudah hidup semakin sehat. Misalnya, di perjalanan ikhtiar menuju sehat, ada seorang kawan yang mereferensikan sesuatu yang ternyata cocok dengan Anda sehingga Anda memperoleh kesehatan sempurna.
Hal-hal di atas bisa diterapkan juga pada kasus-kasus yang lain. Pokoknya, bagi siapa yang menempuh jalan untuk menghadirkan pertolongan Allah, maka Allah akan hadirkan jalan-jalan di luar jalan yang selama ini ia tempuh.


Wassalamu\'alaikum wr.wb
Salam
Yusuf Mansur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar